The Widgipedia gallery
requires Adobe Flash
Player 7 or higher.

To view it, click here
to get the latest
Adobe Flash Player.

Jumat, 22 Juni 2012

Hakekat Pembelajaran dalam Matematika

Hakekat pembelajaran dalam matematika dilandasi oleh proses pembelajaran yang bersifat :
a. Tidak memaksa siswa untuk dapat memahami suatu pokok materi tertentu, dan
b. Tidak menjejali teori-teori atau konsep tertentu kedalam otak/pikiran anak.

Pembelajaran matematika harus memiliki sifat pembiasaan diri siswa untuk berfikir logis, rasional dan sistematis untuk mencari, menyelidiki, memecahkan masalah dan menemukan ilmu pengetahuan. Pembelajaran harus Memberikan Keyakinan terhadap siswa, bukan pembelajaran yang memberikan ilmu pengetahuan secara verbalisme.

Dengan demikian siswa diajak untuk dapat :
a. Aktif secara logis (tidak keluar dari kaidah-kaidah matematika).
b. Pembelajaran penuh rasional (pembelajaran yang mengajak siswa menggunakan alasan-alasan yang sesuai dengan kaidah).
c. Pembelajaran yang sistematis (pembelajaran memenuhi algoritma/ keteraturan yang jelas).

Pembelajaran matematika perlu dikemas dalam pembelajaran yang melibatkan aktifitas siswa dengan didasarkan pada matematika yang memiliki sifat :
a. Berpola pikir deduktif dan konsisten.
b. Memiliki objek dasar yang abstrak.

Dengan demikian pembelajaran matematika perlu dihantarkan mulai dari berpikir kongkrit, bukan menjelaskan rumus-rumus secara abstrak. Pembelajaran matematika perlu memunculkan aktivitas belajar melalui penyelidikan (Investigasi), pemecahan masalah (Problem solving) dan penemuan (Reinventation).

Adapun kemampuan yang mesti muncul dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran (Reasoning), Kemampuan untuk menkomunikasikan gagasan-gagasan dalam bentuk simbol-silbol atau model dalam matematika (Comunication), kemampuan untuk mengaitkan setiap gagasan atau konsep-konsep dengan konsep atau mata pelajaran lain (Conection), kemampuan pemecahan masalah (Problem Solving) dan kemampuan merepleksikan setiap gagasan yang dimiliki (Reflectation).

Penalaran (Reasoning) merupakan kemampuan fundamental yang sangat dibutuhkan siswa pada setiap jenjang dan tingkatan pembelajaran matematika. Pada dasarnya, penalaran itu dalam bentuk “jika A maka B”, meskipun tidak selamanya dinyatakan dalam bentuk teoritis seperti itu oleh sebagian besar siswa.

Selama mempelajari Matematika di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Sejalan dengan contoh-contoh yang telah dikemukakan di atas, maka istilah penalaran (jalan pikiran atau Reasoning) merupakan proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.

Aplikasi Penalaran telah digunakan para siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung dikelas. Bayangkan sekarang jika para siswa tidak belajar matematika, apa yang akan terjadi dengan keterampilan berpikir mereka? Pola berpikir yang dikembangkan matematika seperti dijelaskan di atas memang membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif. sehingga akan cepatkah mereka menarik kesimpulan dari beberapa fakta atau data yang mereka dapatkan ataupun mereka ketahui?

Kita mengenal ada dua macam penalaran yaitu :
a. Induksi (penalaran induktif) dan
b. Deduksi (penalaran deduktif)

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya.

Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian dalam pembelajaran konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.

Kita, mulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati. Buatlah daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), kemudian pikirkan hasil baru yang diharapkan. Kemudian hasil ini kita buktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar secara induktif dan deduktif digunakan dan sama-sama berperan penting dalam matematika.
Dari cara kerja matematika tersebut diharapkan akan terbetuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan komunikasi pada siswa.

Depdiknas menyatakan “Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif”. Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi”. Sejalan dengan itu. George Polya menyatakan pentingnya penalaran (induktif) dalam pengembangan matematika.

Jika pada masa lalu, siswa memulai belajar matematika secara deduktif aksiomatis, hal ini sesungguhnya telah mengingkari proses bertumbuh dan berkembangnya matematika. Mengikut pada yang telah dilakukan pada matematikawan, matematika yang telah dipelajari para siswa disekolah sudah seharusnya mengikuti proses didapatkannya matematika tersebut. Karena itu, pada masa kini, dengan munculnya teori-teori belajar seperti belajar bermakna dari Ausubel, teori belajar dari Piaget serta Vigotsky (kontruktivisme sosial), para siswa dituntun ataupun difasilitasi untuk belajar sehingga dapat menemukan kembali (reinventation) atau mengkontruksi kembali (recontructation) pengetahuannya yang dikenal dengan kontekstual learning, matematika humanistik, ataupun matematika realistik.

Sumber : http://yusupbudiman.blogspot.com/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP